

Caption : Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur yang melibatkan PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position menghadirkan saksi ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Lutfy Abdullah, peneliti ahli madya bidang perencanaan hutan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025). Foto : IST Viralterkini.id, Jakarta – Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur yang melibatkan PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025). Sidang ke-14 ini menghadirkan saksi ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Lutfy Abdullah, peneliti ahli madya bidang perencanaan hutan.
Dalam persidangan, kuasa hukum utama PT WKM, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, S.H., M.Hum., LL.M. menilai perkara yang dihadapi kliennya sarat kejanggalan hukum.
Ia menyebut kasus yang sebelumnya dinyatakan sebagai perkara perdata oleh Polda Maluku Utara, justru berubah menjadi kasus pidana di PN Jakarta Pusat.
“Ini kasus aneh. Di Maluku Utara dikatakan perdata, tapi di sini dikriminalisasi. Ahli juga sudah menjelaskan secara rinci bahwa persoalannya hanya terkait pembukaan lahan, bukan tindak pidana,” ujar OC Kaligis seusai sidang.
Ia berharap majelis hakim dapat menilai fakta yang muncul di persidangan secara objektif dan mematahkan dakwaan jaksa.
Sementara itu, kuasa hukum lain PT WKM, Rolas Sitinjak, menegaskan bahwa kesaksian ahli kehutanan memperkuat posisi hukum PT WKM. Menurutnya, perjanjian kerja sama antara PT WKS dan PT Position yang menjadi dasar gugatan telah batal demi hukum.
“Ahli memastikan jalan yang disebut dalam perjanjian itu bukan jalan existing, melainkan jalan baru. Berdasarkan citra satelit, kawasan itu belum pernah ada aktivitas penebangan sebelumnya. Artinya, PT Position membuka jalan baru tanpa izin, melanggar ketentuan kehutanan,” jelas Rolas.
Ia menambahkan, sesuai regulasi, setiap pembukaan jalan baru di kawasan hutan wajib mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Karena izin itu tidak ada, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan melawan hukum,” tegasnya.

Dalam persidangan juga terungkap ketidakhadiran berulang Direktur Utama PT WKS, Yacob Sopamena, yang kembali absen dengan alasan sakit. Menanggapi hal itu, OC Kaligis berseloroh bahwa alasan sakit tersebut tidak berdasar dan berpotensi menghambat proses hukum.
“Setiap kali mau sidang, sakit. Surat sakitnya pun hanya tulisan tangan tanpa keterangan dokter. Dari awal sudah kelihatan ada permainan,” kata Kaligis.
Kuasa hukum PT WKM juga menyoroti dugaan adanya praktik illegal mining atau penambangan liar yang dilakukan oleh PT Position di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT WKM. Berdasarkan keterangan ahli dan bukti citra satelit, aktivitas pertambangan dilakukan di kawasan hutan perawan yang belum pernah ditebang sebelumnya.
“Ahli memastikan itu virgin forest. Bahkan jalan yang dibuka membelah gunung. Ini tidak mungkin dilakukan untuk jalan hutan. Pasti ada tujuan mengambil material bernilai ekonomi,” ujar Rolas.
Ia juga menyoroti adanya fenomena “pelakor” (penambang lahan koridor) dan “dokter” (dokumen terbang) dalam dunia pertambangan, yang menurutnya sering menghindari kewajiban pajak serta pembayaran kepada negara. “Inilah yang seharusnya diberantas oleh aparat penegak hukum,” tambahnya.
Kaligis bahkan menantang pemerintah untuk meninjau langsung lokasi tambang di Halmahera Timur. “Kalau mau cari illegal mining, datanglah ke tambang kami. Akan terlihat jelas siapa yang menambang secara ilegal,” ujarnya menegaskan.
Di sisi lain, Koordinator Perkumpulan Aktivis Maluku Utara, Yohannes Masudede, yang turut hadir memantau jalannya sidang, menilai keterangan saksi ahli kehutanan dalam persidangan sangat objektif dan memperkuat posisi PT WKM.
“Penjelasan ahli sangat normatif dan sesuai regulasi. Dari kesaksian itu, kami melihat PT WKM lebih diuntungkan. Persoalan ini harus dinilai objektif oleh majelis hakim,” ujar Yohannes.
Ia juga mengamini adanya praktik penambangan ilegal di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil pemantauan aktivis, izin usaha pertambangan (IUP) dimiliki oleh PT WKM, sementara izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) oleh PT Position, dan izin berusaha pemanfaatan hasil hutan kayu (PBPH) oleh PT WKS.
“Artinya, PT Position menambang di area yang bukan wilayah izinnya. Secara hukum, itu sudah termasuk illegal mining,” tegas Yohannes.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya bersama aktivis Maluku Utara berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum hingga putusan akhir. Mereka juga berencana menyampaikan laporan kepada Presiden Prabowo Subianto agar pemerintah pusat turun langsung meninjau kondisi pertambangan di Halmahera Timur.
“Kami akan bersuara kepada pemerintah agar Presiden melihat langsung kondisi di lapangan. Persoalan tambang ini harus ditangani serius, sesuai semangat pembentukan Satgas Pertambangan oleh pemerintah,” pungkas Yohannes. (ma)


Tidak ada komentar