

IMG-20251024-WA0020 Viralterkini.id, Jakarta – Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (KOSMAK) melaporkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, kepada Presiden Prabowo Subianto atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kapasitasnya sebagai Ketua Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Laporan bernomor 023/KSMAK-SK/10/2025 itu diserahkan langsung ke Istana Negara, Jumat (24/10/2025), dengan tembusan kepada Jenderal TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin selaku Ketua Pengarah Satgas PKH.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Koordinator KOSMAK Ronald Loblobly menyatakan bahwa dugaan praktik “memberantas korupsi sambil korupsi” tidak boleh dibiarkan mencederai komitmen pemerintahan Prabowo dalam perang melawan korupsi.
“Kami mendukung penuh langkah Presiden Prabowo menegakkan integritas hukum. Namun upaya itu akan sia-sia bila ada aparat penegak hukum justru melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugasnya,” ujar Ronald.
KOSMAK menyoroti kegiatan Satgas PKH dalam penertiban tambang nikel tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan di Sulawesi Tenggara.
Pada 11 September 2025, Satgas yang dipimpin Febrie menyegel konsesi tambang milik PT Tonia Mitra Sejahtera, PT Toshida Indonesia, dan PT Suria Lintas Gemilang.
Namun, Febrie dinilai sengaja tidak menindak PT Putra Kendari Sejahtera (PT PKS) yang disebut melakukan pelanggaran serupa di kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kompleks Lalindu.
Menurut KOSMAK, PT PKS tercantum dalam Surat Keputusan Daftar Data dan Informasi (Datin) Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Perusahaan itu diketahui memiliki areal 218 hektare, termasuk 18,6 hektare hutan lindung dan 165 hektare hutan produksi terbatas.
Surat Direktur Rencana dan Penggunaan Kawasan Hutan Kementerian LHK Roosi Tjandrakirana tertanggal 29 Agustus 2023 menegaskan bahwa PT PKS tidak layak diberi izin penggunaan kawasan hutan.
Alasannya, dokumen AMDAL yang digunakan milik PT Sultra Jembatan Mas, dan kuota 10 persen hutan produksi di wilayah tersebut sudah habis.
Ironisnya, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus pernah melakukan penyelidikan terhadap PT PKS pada September 2023 atas dugaan pelanggaran hukum kehutanan dan korupsi senilai Rp3,7 triliun.
Namun, menurut KOSMAK, penyelidikan itu justru “hilang arah”.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menuding ada kejanggalan besar.
“Tanpa IPPKH, PT PKS tetap menerima izin RKAB hingga 5,5 juta metrik ton sejak 2020 sampai 2023 dari Ditjen Minerba. Ini pelanggaran terang-benderang. Tapi anehnya, kasusnya justru tidak diproses. Wajar bila publik curiga ada praktik suap,” ujar Petrus.
PT PKS diketahui mengajukan permohonan ketelanjuran lahan melalui skema PP Nomor 24 Tahun 2021, namun KOSMAK menilai langkah itu tidak sah.
Pasalnya, Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT PKS mengandung dugaan pemalsuan dokumen dan diterbitkan setelah adanya batas areal tata batas (BATB) kawasan hutan pada 1993.
Hasil pemantauan citra satelit di situs GlobalForestWatch.org bahkan menunjukkan adanya bukaan lahan baru pasca 2020 di dalam IUP PT PKS, yang masih berstatus kawasan hutan lindung dan produksi terbatas.
Aktivitas ini diduga kuat melanggar UU Cipta Kerja 2020 dan UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999.
KOSMAK menilai, kasus ini merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo.
Perpres tersebut menekankan penegakan hukum terhadap penggunaan kawasan hutan tanpa izin, termasuk pertambangan ilegal.
“Jika pejabat hukum justru bermain di area abu-abu, maka itu bentuk pengkhianatan terhadap visi Presiden,” tegas Petrus.
KOSMAK juga mengklaim memiliki sejumlah dokumen yang menunjukkan adanya rekayasa dalam penerbitan izin tambang PT PKS, termasuk dugaan pencaplokan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Sultra Jembatan Mas, yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Makassar pada 2014.
Dugaan pemalsuan dokumen juga mencuat dari surat No.108/SJM/X/2011 tertanggal 12 Oktober 2011 yang dikirim atas nama Michael Eduard Rumendong, mengajukan perubahan nama PT Sultra Jembatan Mas menjadi PT PKS.
Namun, PT PKS sendiri baru didirikan enam tahun kemudian, yakni 2017, melalui Akta Notaris Rayan Riadi, S.H., M.Kn dan disahkan Kemenkumham pada 23 Januari 2018.
KOSMAK menyebut kejanggalan ini sebagai bukti kuat bahwa izin tambang PT PKS tidak sah dan diterbitkan dengan dokumen palsu.
“Kami akan menyerahkan semua bukti kepada Presiden Prabowo dan Jenderal (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin selaku Ketua Pengarah Satgas PKH. Kami percaya Presiden akan bertindak tegas,” ujar Ronald.
Hingga berita ini diturunkan, Kejaksaan Agung belum memberikan tanggapan resmi atas laporan tersebut.
Selain TPDI, KOSMAK juga didukung Koalisi Sipil Selamatkan Tambang, Indonesia Police Watch (IPW), dan Pergerakan Advokat Nusantara, yang berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas demi menjaga integritas penegakan hukum di Indonesia.

Tidak ada komentar