x

Lelaki Tak Bercerita

waktu baca 23 menit
Jumat, 14 Mar 2025 20:04 331 Redaksi ViralTerkini

Vox Populi Vox Dei
Oleh Muhammad Irvan

Lelaki Tak Bercerita

Suara rakyat adalah suara Tuhan, begitu kira-kira arti dari judul itu. Namun di sini, saya yang hanya rakyat biasa, bukanlah mencoba untuk menjadi Tuhan, apalah saya.

Tetapi di luar sana justru yang bukan rakyat biasa (petinggi, pejabat, pengurus) sudah banyak memposisikan diri dan bertindak layaknya Tuhan. Itu TIDAK BENAR. Dalam hukum pun, itu bisa saja diadili, entah oleh rakyat, penegak hukum, ataupun Tuhan di akhirat nanti.

Saya Muhammad Irvan, usia 42 tahun, lulusan S1 Hubungan Internasional – FISIP UPDM (B) yang tercebur ke dunia jurnalistik dan sepak bola Indonesia karena passion, hobi serta kecintaan akan kedua dunia itu, ingin bercerita, meluruskan apa yang sebenarnya sudah terjadi di PSSI, satu-satunya institusi tempat saya mengabdi berpuluh-puluh tahun dan sudah “terlanjur” saya cintai ini, pasca sebelum kejadian September 2024.

Saya sengaja merilis ini saat bulan Ramadhan, ketika saya sebagai umat Islam sedang melakukan ibadah puasa. Di mana itu tak mungkin apa yang saya tulis ini adalah suatu kebohongan, dusta atau fitnah.

Tentu hal itu akan mengurangi atau bahkan menggugurkan ibadah puasa saya. Saya menulis ini dengan sebenar-benarnya, berdasarkan pengalaman dan kejadian-kejadian selama saya berada di lingkungan PSSI. Padahal, keinginan untuk merilis ini sudah lama terpendam sejak September tahun lalu.

Terlebih lagi, semua yang saya tulis ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan saya punya bukti, yakni keterangan dari rekan sejawat yang mengalami nasib sama atau yang masih di dalam lingkaran PSSI, bahkan bukti tertulis. Berdasarkan pengalaman dan kejadian yang pernah saya alami dan rasakan sendiri selama berada di dalam lingkaran tersebut.

Ayat Al Quran Surah Al-Baqarah ayat 42, mengatakan: “Dan janganlah kamu menyembunyikan saksi (kebenaran), dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia berdosa hatinya, dan Allah tidak akan mengampuni orang-orang yang kafir.”

Tulisan ini rilis ke publik usai ibadah solat Jumat dan konsultasi saya dengan pak Haji imam masjid dekat rumah. Dia juga mengatakan yang sama seperti di surat Al Baqarah ayat 42. Dan itu memberikan suntikan motivasi saya untuk segara melakukan perilisan tulisan ini.

Kemudian, tidak ada paksaan dari siapapun untuk menulis, ini murni atas keinginan saya pribadi. Semoga tulisan ini nantinya akan menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Latar Belakang

Saya adalah orang yang sudah mengabdi sejak lama dengan menjadi karyawan Media, Humas, Digital untuk Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Saya adalah saksi hidup perjalanan PSSI dari enam Ketua Umum berbeda, serta dua Plt (Pelaksana Tugas) Ketua Umum PSSI.

Mulai dari masa kepemimpinan Nurdin Halid (saat saya bekerja dari tahun 2007-2010), Djohar Arifin Husin (2012-2015), La Nyalla Mattalitti (2015-2016), Edy Rahmayadi (2016-Januari 2019), Plt. Ketua Umum Joko Driyono (Januari-Maret 2019), Plt. Ketua Umum Iwan Budianto (Maret-November 2019), Mochamad Iriawan (November 2019-Februari 2023) dan Erick Thohir (Februari 2023-sekarang).

Jadi selama periode itu, saya juga mengenal siapa itu Tommy Welly dan Budi Setiawan. Karena mereka juga ada di antara periode Nurdin Halid hingga Edy Rahmayadi.

Karir saya di federasi sepak bola tertinggi Indonesia itu berawal sebagai volunteer Media saat perhelatan Piala Asia (AFC Asian Cup) tahun 2007 di mana Indonesia menjadi tuan rumah bersama dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Saya mendapatkan informasi dari teman, usai lulus kuliah. Saya ikuti prosedurnya, mulai dari pendaftaran, test tertulis yang dilakukan di Stadion Utama Gelora Bung Karno tahun itu, dengan ratusan volunteer lain. Kemudian test wawancara dengan Almarhum John Halmahera. Tak lama setelah itu, saya diterima.

Sepak terjang tim Garuda kala itu, secara mengejutkan, sukses menumbangkan Bahrain dengan skor tipis 2-1. Bambang Pamungkas dan Budi Sudarsono ikut andil dalam kemenangan skuad Garuda. Di laga setelahnya, Indonesia justru kalah tipis 1-2 melawan Saudi Arabia (Elie Aiboy pencetak gol satu-satunya untuk tim Merah Putih).

Usai gelaran itu, saya banyak mengikuti kegiatan-kegiatan PSSI lainnya yang terkait dengan pertandingan Tim Nasional Indonesia maupun klub-klub yang berlaga di Liga Indonesia, sebagai volunteer Media. Kegiatannya sendiri antara lain adalah, menjembatani para jurnalis peliput kegiatan pertandingan tim nasional dan klub-klub itu untuk bisa meliput.

Mulai dari persiapan, seperti pembuatan ID Card jurnalis, fotografer dan TV, pendaftaran jurnalis, mempersiapkan ruangan konferensi pers, tribun media, mixed zone, menjaga area fotografer di lapangan dan luar lapangan, serta banyak hal lainnya.

Banyak pengalaman dan pertandingan yang saya ikuti, membuat saya diajak untuk bergabung dengan kepengurusan PSSI. Namun, saat itu (masih zaman Ketua Umum Nurdin Halid) saya benar-benar tidak digaji, akan tetapi masih bisa terus mengikuti kegiatan menjadi tenaga sukarela (volunteer) pada pertandingan-pertandingan sepak bola tim nasional dan klub-klub liga 1.

Dengan segala problematika di masa kepemimpinan Nurdin Halid, saya masih tetap ikut kegiatan-kegiatan PSSI saat itu. Tahun 2012 menjadi titik balik, saya bekerja di PSSI sebagai staf media, komunikasi PSSI. Akhirnya, setiap bulannya pun saya digaji.

Dalam kesehariannya, saya fokus mengisi konten berita yang ada di website resmi federasi (www.pssi.org) dan juga media sosial kala itu (twitter, facebook, lalu tak lama setelahnya baru Instagram). Username media sosial PSSI dahulunya adalah @pssi_fai, yang kini akhirnya berubah menjadi @pssi dan mendapatkan centrang biru disemua platform media sosialnya.

Suka dan Duka

Banyak suka dan dukanya dalam keseharian saya bekerja untuk PSSI. Enam Ketua Umum dan dua pelaksana tugas Ketua Umum PSSI sudah saya rasakan kepemimpinannya.

Carut marut pemilihan Ketua Umum saat Kongres Luar Biasa Pemilihan PSSI pun tentu sudah saya rasakan. Menjadi bagian dari panitia komite pemilihan juga pernah saya rasakan.

Suka cita tentu bisa dirasakan apabila tim nasional atau klub yang bertanding menang. Selain itu, saya juga bisa merasakan keliling Indonesia, walaupun tidak semua wilayah Indonesia pernah saya singgahi, namun itu menjadi cerita tersendiri.

Ke luar negeri pun sudah saya jalani, beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Filipina sudah saya singgahi. Negara-negara Timur Tengah juga sudah pernah saya kunjungi. Seperti Dubai dan Irak, saat bersama Tim Nasional Indonesia kala menjalani laga away.

Saya juga adalah satu-satunya Media Officer (saat menangani langsung Media Operation) yang menjadi saksi sejarah tiga kesuksesan kemenangan (hattrick) tim nasional Indonesia kelompok umur menjuarai tiga turnamen AFF dari tiga pelatih hebat Indonesia yang berbeda: ASEAN U-19 Boys Championship 2024 (Surabaya) – Indra Sjafri, AFF U-16 Boys Championship 2022 (Sleman, Yogyakarta) – Bimasakti Tukiman dan AFF U-16 Boys Championship 2018 (Sidoarjo) – Fakhri Husaini.

Kekalahan tim nasional dan tak bisanya timnas berlaga di level Internasional karena Indonesia di suspended keanggotaannya oleh FIFA menjadi cerita lain duka yang harus saya rasakan. Saat itu, La Nyalla Mattalitti yang terpilih menjadi Ketua Umum PSSI periode 2015-2016 di Surabaya, PSSI langsung dibekukan oleh Pemerintah, terlebih lagi, kantor PSSI digembok.

Listrik pun dipadamkan. Karyawan pun banyak yang dirumahkan. (Melihat hal itu, FIFA yang “alergi” anggotanya ada campur tangan pihak lain, dalam hal ini, Indonesia oleh pemerintahnya, mereka suspended PSSI).

Hanya kesekretariatan, IT dan Media yang masih aktif berkantor. Saat puasa, saya dan beberapa teman berbuka puasa hanya dengan gorengan dan air putih, serta penerangan lilin.

Saat itu juga saya dihadapkan pada kenyataan perceraian, kesedihan mendalam saya rasakan, hingga sesudah menyelesaikan duka itu, saya bertemu, berkenalan dan akhirnya merajut kisah melalui pernikahan dengan wanita yang saat ini bertahan dengan saya dan melahirkan anak perempuan buat saya.

Selain itu juga, duka mendalam saya rasakan saat kilas balik di bulan September 2024.

Fitnah, tuduhan keji, dzolim Petinggi PSSI

Sebelum membahas kejadian apa yang terjadi pada bulan September 2024 lebih jauh, saya ingin menceritakan asal muasalnya terlebih dahulu.

Bulan Februari 2023 menjadi awal PSSI mendapat nakhoda baru bernama Erick Thohir, setelah periode jabatan Ketua Umum sebelumnya yang dijabat oleh Mochamad Iriawan berakhir (atau lebih tepatnya, “dipaksa” berakhir oleh Pemerintah dan Stakeholders sepak bola karena beliau dianggap tak sanggup menangani Tragedi Kanjuruhan).

Satu yang berkesan selama Mochamad Iriawan atau Iwan Bule ini memimpin sebagai Ketua Umum PSSI adalah, kenaikan gaji dan tugas yang makin kompleks. Apalagi tantangannya adalah, masa di mana Pandemi Covid19 melanda bumi Indonesia. Namun, semua tugas dan gaji masih lancar diberikan, walau pun intensitas bekerja di kantor menjadi sangat sedikit.

Sebelum menuju Kongres, calon Ketua Umum Erick Thohir gencar berkampanye dengan spanduk-spanduk di pinggir jalan, yang bertitel mengenai Tragedi Kanjuruhan. Di spanduk itu, dia mengatakan, jangan pernah melupakan tragedi itu, namun setelah terpilih, seolah tragedi tersebut menguap begitu saja dan bahkan terlupakan. Sungguh ironis.

Saat Kongres Luar Biasa Pemilihan, Erick Thohir menang atas satu-satunya rival kuat, yakni La Nyalla Mattaliti. Walau tak mulus, ada riak-riak kecil saat pemilihan berlangsung, di mana saat Wakil Ketua Umum harus di pilih ulang (karena sebelumnya Yunus Nusi menang, namun yang bersangkutan memilih untuk mundur, dan digantikan oleh Zainudin Amali yang juga saat itu masih menjabat sebagai Menpora). Sungguh hebat PSSI ini, dua Menteri ada di sini (Menteri BUMN dan Menpora) saat itu.

Oh iya, pemicu adanya Kongres Luar Biasa Pemilihan PSSI adalah kejadian Kanjuruhan. Posisi Iwan Bule saat itu “terdesak” sehingga Anggota PSSI yang terdiri dari Asosiasi Provinsi, Klub dan beberapa Asosiasi meminta untuk diadakannya Kongres Luar Biasa Pemilihan.

Usai Kongres, Erick yang datang dengan jargon Nyalinya dan membawa gerbong baru untuk menjalankan roda kepengurusan PSSI di empat tahun kedepan, membawa beberapa inovasi-inovasi agar PSSI terlihat “cantik” oleh masyarakat dan stakeholders sepak bola Indonesia.

Salah satunya adalah mendirikan PT. Garuda Sepakbola Indonesia (PT. GSI). Perusahaan prematur ini didirikan Erick sebagai “anak haram” PSSI untuk mengurus dan mengelola marketing dan timnas. Mulai dari merchandise, baju, peliputan timnas.

Tim media PSSI juga mendapatkan pengarah baru, yakni dari Arya Sinulingga yang menjabat sebagai Komite Eksekutif untuk urusan Media. Arya, mengumpulkan kami semua bersama Yunus Nusi yang akhirnya kembali menjadi Sekretaris Jenderal PSSI usai tak menjadi Wakil Ketua Umum PSSI di Kantor PSSI, GBK Arena. Dan berkata komitmennya membangun media bersama kami-kami semua, walaupun kami orang-orang lama di Federasi, dia berkata tidak masalah.

Langkah awal Arya adalah membuatkan kami ruangan media yang layak, lengkap dengan ruang podcast, yang katanya nanti menjanjikan akan terus mengembangkan konten-konten podcast PSSI. Namun, sampai detik ini, tak ada rutinitas podcast PSSI seperti yang dia janjikan. Malahan, dia membuat podcast sendiri (udah tau adsense, dia).

Arya yang juga menjanjikan bahwa akan ada pembaruan konten-konten podcast PSSI, pun urung melakukannya, malah dia membuat podcast sendiri yang bertajuk bebAS di Youtube.

Saat itu dia juga berkata, akan terus membantu kami apabila ada “bad news” di media sosial, akan dijadikan “good news” dengan mengerahkan buzzer-nya dia.

Media saat itu di bawah Direkturnya yang bernama Eko Rahmawanto. Lalu ada saya, kemudian ada Bandung Saputra, Hery Sudewo, Bryanbodo Hendro, Naufal Laudza, Ricky Nugroho, Muhammad Prabowo, Chriseffer Rachel, Frankionassis, Muhammad Sabrani, Ahmad Arphan, Ary Fauzan, dan Yusup Supriatna (Tiga nama terakhir akhirnya terpental ke GSI). Rachel keluar dari PSSI, karena dia sudah menikah dengan pria asal Swiss.

Untuk GSI, kesehariannya mereka ini berada di bawah kepemimpinan Marsal Masita, mereka sedikit demi sedikit mulai “menjarah” urusan-urusan yang seharusnya ada di ranahnya media PSSI dan urusan PSSI lainnya menjadi urusan mereka.

Itu berkat “dukungan” lain dari trio mantan Media PSSI. Awal mulanya, saya juga secara diam-diam “direkrut” oleh mereka, dengan memasukkan nama saya ke dalam grup Whatsapp mereka.

Petaka sedikit demi sedikit bermunculan. Sebelum saya kupas satu-satu, mari kenalan dengan sosok Marsal Masita. Latar belakang dia sebelumnya pernah bekerja untuk PT. Sampoerna, lalu di masa kepemimpinan Edy Rahmayadi tahun 2016 silam, dia sudah bergabung dan kini kembali lagi ke PSSI setelah “kabur” saat Mochamad Iriawan menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.

Dia juga meninggalkan MOLA TV dengan banyak masalah, seperti yang diungkapkan oleh rekan yang juga pernah kerja bersama. Dia juga pernah bermasalah dengan Nine Sports Indonesia, kala itu, seperti yang juga diungkapkan oleh rekan saya.

Konon infonya, Marsal ini diajak gabung ke PSSI oleh Sekretaris Jenderal PSSI terpilih (Ratu Tisha Destria) yang sebelumnya dijabat oleh Ade Wellington (karena mayoritas Exco saat itu tak setuju oleh tingkah laku Edy yang “asal tunjuk” karena pilihan Edy itu tidak di bicarakan lebih dahulu dalam rapat Exco) ya, Edy menunjuk Ade saat jumpa pers, usai Kongres Luar Biasa Pemilihan tahun itu. Dan juga, performa Ade tidak begitu baik di mata para Exco dan Jurnalis kala itu.

Keduanya (Tisha dan Marsal) akrab dengan Joko Driyono. Bisa dikatakan juga, keduanya adalah “murid” dari Joko Driyono. Keduanya hadir saat kepemimpinan Edy Rahmayadi, lalu kemudian seperti “kompak” menghilang saat PSSI di bawah kepemimpinan Mochamad Iriawan. Dan muncul lagi saat era Erick Thohir.

Kembali ke Marsal. Awal dia fitnah saya ketika itu adalah saat September 2023 ada laga di Surakarta tim nasional Indonesia U23. Pada satu malam, dia tiba-tiba WA saya di Grup GSI saat itu mengatakan kalau saya mengizinkan wartawan Trans7 eksklusif interview dengan pemain dan pelatih Shin Tae-yong. Padahal kenyataannya TIDAK. Dia mendapatkan informasi itu setelah ada postingan dari Instagram Trans7 yang menampilkan wawancara dengan pemain dan pelatih.

Kenyataan di lapangan berkata lain. Di sana ada wartawan lain yang juga ikut wawancara. Itu juga usai tim selesai latihan. Terlebih lagi, saat itu juga ada mas Eko Rahmawanto sebagai Direktur Media saya. Jadi tak mungkin saya memutuskannya sendiri apa yang dia tuduhkan ke saya. Saya hanya staf, tak mungkin melangkahi wewenang dari Direktur Media saya.

Saya sudah menjelaskan sejelas-jelasnya dan secara jujur saya ungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Namun, dia tak juga mengerti. Bahkan memojokkan saya di tengah-tengah semua orang yang ada di WA grup itu. Sulit saya jelaskan melalui Whatsapp, saya coba telepon dia, namun tak kunjung dia respon panggilan saya. Hal itu berujung saya mengundurkan diri, keluar dari grup WA tersebut. (Untuk yang ini, saya punya BUKTI PERCAKAPAN WHATSAPP).

Tak sampai situ, dia dan GSInya semakin masiv mengganggu kami di Media PSSI. Kami yang hanya meliput berita tentang semua kegiatan PSSI, Piala Soeratin, Liga 3, kursus pelatih dan wasit, serta yang lainnya menjadi sempit pergerakannya.

Pernah satu waktu, kami mendapatkan dukungan dari Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali untuk dapat kembali meliput kegiatan tim nasional, namun kembali, Marsal dan GSI seperti “menghalangi” pergerakan kami lagi. Dengan memberikan surat bertanda tangan Ketua Umum PSSI Erick Thohir yang mengatakan dan menegaskan kalau segala kegiatan peliputan dan konten tim nasional diserahkan ke GSI.

Zainudin pun akhirnya “menyerah” untuk membantu kami dan memilih untuk diam. Sebab, dia sudah diberikan jabatan oleh Erick di Bank Mandiri sebagai Wakil Komisaris Utama di Bank itu yang juga bagian dari BUMN, usai tak lagi menjadi Menpora.

Kami tak diam begitu saja, tetap berkreasi dan bekerja tanpa menyentuh tim nasional. Kita tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas dari konten-konten kami.

Kami juga difitnah tidak mau meminjamkan alat-alat, seperti kamera dan yang lainnya. Padahal kondisinya, saat itu memang sedang padat kegiatan PSSI, kursus pelatih dan wasit diselenggarakan bersamaan.

Puncak gangguan GSI kepada kami adalah saat bulan September 2024. Kami di media, divisi Teknik masuk dalam 43 karyawan yang dipecat PSSI.

https://voi.id/olahraga/412958/pssi-phk-43-karyawan-media-dan-teknik-dibubarkan-nasib-kualifikasi-piala-dunia-terancam

Direktur Media PSSI, Eko Rahmawanto, yang ikut menjadi korban PHK organisasi sepak bola tertinggi di Tanah Air itu buka suara

“Total 43 karyawan di-PHK. Bidang media dan teknik, bubar semua. Hingga kini saya belum tahu akan diganti oleh siapa saja, atau kemungkinan akan diisi orang-orang Mahaka,” kata Eko, kepada VOI, Senin 2 September.

Eko menyebut jika alasan PHK itu sendiri tidak jelas. Bahkan Erick Thohir, Ketua Umum PSSI, tidak pernah menjelaskan hal itu secara gambling. “Ya, banyak alasan nonteknis sebenarnya dalam PHK ini. Dia (Erick) sepertinya ingin memasukkan orang-orangnya.

Kemudian mereka melakukan semacam assessment, untuk memilih karyawannya. Dari assessment itu sendiri ada yang ikut ada pula yang tidak ikut. Aneh ini. Karena orang-orangnya Dia (Erick) tidak ikut dalam assessment ini,” ungkap Eko.

Eko juga menyatakan jika Komite Eksekutif PSSI sendiri cenderung pecah, di mana terdapat kelompok exco yang dipimpin Erick, Peter Tanuri dan Arya Sinulingga. “Kemudian ada blok lain yang tidak berani bersuara, dan kemudian ada blok yang berani bersuara,” ungkap Eko.

Sebelum mengambil keputusan untuk memecat para karyawan itu, mereka anggota Exco mengadakan rapat bersama Ketua Umum, akan tetapi, yang mengejutkan adalah saat mengundang untuk rapat itu, malah Marsal yang “mengundang”.

Hal itu memicu komentar dari beberapa Exco. “Memang siapa dia? Berani-beraninya mengundang kami para Exco,” kata beberapa dari mereka itu.

Bagaimana tidak, Erick tak pernah sekalipun bersentuhan dengan para staf dan bahkan ke kantor pun hampit tak pernah. Inilah sulitnya kalau seorang Ketua Umum yang punya dua jabatan. Menteri BUMN dan Ketua Umum PSSI.

Bahkan sekelas Iwan Bule pun mau melepaskan jabatannya di Lemhannas untuk bisa fokus di PSSI. Dan keputusan itu buat saya, tepat. Ibul (panggilan akrabnya) bisa akrab dengan semua staf, karena sering berkantor di PSSI.

Kalau dilihat dari berita VOI tersebut, Erick hanya menerima laporan-laporan dari orang-orangnya seperti Arya Sinulingga, Pieter Tanuri dan Marsal Masita.

Dari bisikan-bisikan dari mereka, Erick memutuskan suatu keputusan yang kurang tepat dan cenderung mendzolimi para karyawan yang sudah lama mengabdi di PSSI.

Arya menjelaskan di media massa kalau adanya penyimpangan dalam penggunaan dokumentasi dan digitalisasi PSSI oleh oknum guna kepentingan pribadi.

Meski tak menyebut identitas pelakunya, Arya menyebut penyimpangan tersebut dilakukan oleh karyawan yang memanfaatkan posisi itu.

“Dia (oknum karyawan) ini memanfaatkan digital PSSI untuk mengisi akun dia sendiri, ya. Bahkan dilakukan penjualan juga di akun-akun tersebut,” paparnya.

“Kemudian foto-foto kami dipakai oleh media lain tanpa ada sama sekali berasal dari PSSI, malah dari orang tersebut. Ketika kami bawa ke pimpinan, dia malah enggak melakukan pemberhentian. Itu (termasuk tindakan) pidana loh,” tutur Arya.

Pelanggaran lain yang juga dilakukan oknum karyawan adalah monetisasi video-video milik PSSI yang ditayangkan melalui Youtube. Arya menyebut bahwa penghasilan iklan Youtube (adsense) dari video-video tersebut dikirimkan ke rekening milik pribadi, dan bukan PSSI.

Saya ingin meluruskan, bahwa apa yang dikatakan Arya tidak benar. Sebut saja orangnya siapa tunjuk muka, jangan dikatakan “oknum” (karena tidak semuanya yang kami di media melakukannya).

Pernyataan Arya sungguh sangat menyakitkan kami dan rekan-rekan yang di PHK. Tidak semua dari kami oknum yang disebutnya. Dengan mengatakan hal seperti itu, berarti dia pukul rata semua karyawan yang di PHK itu.

Arya sendiri juga sebenarnya ada masalah etik di PSSI. Melalui surat Komite Etik PSSI Nomor: 001/SK/KE-PSSI/VIII/2024, Arya dilaporkan oleh Nazaruddin Dek Gam (Presiden Klub Persiraja Banda Aceh) atas perlakuan intimidasi dan perkataan dari Arya yang tidak etis. Arya yang juga pemilik klub Sada Sumut membenarkan hal itu saat dipanggil oleh Komite Etik PSSI yang kedua kalinya.

Arya membenarkan kejadian yang dilaporkan oleh Pelapor, mengakui kepada Komite Etik PSSI bahwa beberapa perkataan dan tindakan kepada Pelapor merupakan perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang Komite Eksekutif PSSI, dia juga menyatakan telah meminta maaf melalui pihak ketiga kepada pelapor (Komite Etik PSSI telah meminta terlapor menyampaikan bukti permintaan maaf tersebut, namun sampai tenggat waktu yang telah diberikan, Komite Etik PSSI tidak menerima bukti dimaksud).

Saya juga menerima laporan dari salah satu wasit dan instruktur wasit, membenarkan kejadian itu, kalau Arya sudah menelpon wasit untuk menghina, membentak dengan kata-kata yang tak pantas dan nada tinggi. Belakangan juga, Arya banyak tak disukai oleh mayoritas pewarta di luar sana.

Sungguh dzolim era kepemimpinan Erick ini. Nama kami buruk di mata masyarakat dan stakeholders sepak bola Indonesia, akibat fitnah yang dilontarkannya. Sebut saja satu nama, biar tidak ada fitnah, toh kalaupun sebut nama, pasti nama itu juga punya argumen kuat yang akan mematahkan tuduhan tersebut.

Dan saya tahu siapa yang membisikkannya, yakni Marsal. Kalau dilihat dari rentetan bagaimana sepak terjangnya dalam membatasi langkah kerja media PSSI. Marsal pula juga yang pernah mengungkapkan di WA grup GSI kalau dia juga menargetkan posisi Sekretaris Jenderal PSSI yang di jabat Yunus Nusi dengan menjelek-jelekkan Yunus. Dia, juga menjelek-jelakkan Ketua Umum sebelumnya, Mochamad Iriawan (Iwan Bule-Ibul).

Marsal mengatakan kalau Ibul di pengurusan sebelumnya hanya bisa menghambur-hamburkan uang PSSI (padahal uangnya juga dipakai untuk keperluan federasi saat pandemi covid19, di mana federasi masih bisa berjalan dan karyawannya tetap diberikan gaji, tanpa ada pemecatan).

Marsal bahkan mengatakan akan menghapus nama Ibul dalam daftar Ketua Umum PSSI yang ada di website resmi federasi (www.pssi.org).

Tak hanya saya yang pernah bersinggungan dengan dia (Marsal), beberapa rekan juga. Dan mereka yang bersinggungan atau bahkan adu argumen dengannya, menjadi korban PHK.

Orang-orang seperti saya dan yang lainnya dibungkam dan ditendang oleh pengurus-pengurus yang seperti itu. Sulit memang mengubahnya, kalau masih banyak kepentingan-kepentingan di PSSI dan politik. Seperti apa yang dirasakan juga oleh rekan sejawat di PSSI, dia pernah berselisih dengan Marsal, terkait aplikasi absensi karyawan.

Marsal menggunakan pihak ketiga untuk mengurus dan menciptakan aplikasi absensi itu, padahal PSSI punya divisi IT sendiri. Mengapa tidak menggunakan orang-orang IT internal. Lagipula, di PSSI mau diterapkan sistem absensi? Wong, jadwal kerja saja kadang tak menentu. Pernah diterapkan sebelumnya, namun tak berjalan dengan baik. Termasuk dikarenakan jadwal pulang kami yang bahkan harus rela menginap di kantor. Itu bagaimana hitungan absensinya? (Sebab memang, pekerjaan di PSSI itu tidak mengenal waktu).

Teman kedua pernah berselisih dengan Marsal, teman saya itu (berjenis kelamin wanita) mendapatkan penugasan dari AFC (Asian Football Confederation) saat dia masih dibawah Marsal (GSI), Marsal mengancam (masa iya beraninya sama perempuan?), ambil tugasnya AFC, dan buat surat pengunduran diri dari GSI, ya teman saya pilih kerjaan di AFC. Setelah kerjaannya tuntas, siapa yang merekrut dia? Yunus Nusi yang melihat peluang itu dan merekrut teman saya itu kembali ke PSSI.

Kemudian teman saya yang lain, dan juga dia seorang wanita. Saat Piala Dunia U20 di Indonesia, dia ada selisih paham dengan Marsal. Seperti biasa, Marsal ingin “membajak” teman saya itu, untuk masuk kebagiannya, namun teman saya menolaknya, karena sebelumnya sudah lebih dahulu ada di bagian lain. Secara norma dan etik, itu tidak baik menurut teman saya itu.

Kembali ke pengelolaan aset media PSSI yang sebelumnya disebutkan. Sebenarnya, pengelolaan aset media PSSI yang berupa foto, video dan Youtube, melalui surat resmi PSSI yang kami pegang, diserahkan ke kami (sebelumnya juga begitu, bahkan saat era Edy Rahmayadi, di mana Marsal menjadi bagian itu, pengelolaan aset media PSSI dipegang oleh salah satu orang karyawan, entah itu kami di Media, atau sebelumnya dipegang oleh karyawan anak perusahaan PSSI yang namanya GSM, mirip seperti GSI).

Kami pun juga tiap bulannya selalu melaporkannya, mengenai pengeluaran dan pendapatannya. (Untuk yang ini, saya juga punya BUKTI berupa surat resmi PSSI).

Pendapatan yang kami peroleh pun sudah banyak membantu federasi saat pandemi Covid19 untuk kegiatan, pembelian alat-alat Media, hingga penggajian karyawan. Bahkan, ketiga anak yang sebelumnya di PSSI dan kini di GSI (Ary Fauzan, Yusuf Supriatna dan Achmad Arphan) turut merasakan pendapatan dari pengelolaan tersebut.

Justru kalau bicara mengenai bocor-bocoran aset media PSSI dan konten timnas, GSI yang paling sering melakukan blunder. Pernah suatu saat daftar susunan pemain timnas Indonesia era Shin Tae-yong bocor ke publik, dan saya yang dipanggil oleh STY kenapa hal itu bisa terjadi?

Awalnya, saya tidak mengetahuinya, akhirnya saya tahu kalau ada orang GSI yang menelepon salah seorang bagian perlengkapan tim. Saya pernah menegur orangnya, saya katakan padanya, kalau saya bertanggung jawab sebagai Media Officer tim (kala timnas bertamu ke Irak dan Filipina) jadi kalau ada apa-apa, saya yang kena tegur pelatih. Kenapa malah potong kompas ke orang selain saya?.

Sampai saat ini, media PSSI yang dikelola oleh GSI tidak menunjukkan kinerja baik. Pemberitaan yang mereka lalukan adalah populis. Bahkan pemecatan Shin Tae-yong (STY) pun dibungkus buruk dan menjadi pembicaraan negatif di kalangan pecinta sepak bola Indonesia. Masalah komunikasi pelatih dengan pemain dinyatakan sebagai penyebabnya, selain evaluasi kinerja STY selama ini. Komunikasi bidang media PSSI ke publik juga buruk.

Pengelolaan media operation juga buruk. Salah satu wartawan pernah cerita ke saya, kalau penanganan media PSSI buruk. Tak mengakomodir sepenuhnya pemilik hak siar. Tidak fleksibel dan cepat menangani kebutuhan media.

Hari-hari ini juga jurnalis dibatasi dalam peliputannya. Setidaknya, ada banyak yang mengeluhkan hal itu kepada saya, membandingkan dengan saat ada saya dan Media PSSI masih waras dipegang oleh federasi. Kita waktu itu juga membatasi, koq. Hanya saja, kita perlakukan mereka seperti layaknya sahabat. Sahabat adalah dua pihak yang saling bisa mengerti.

Suatu saat, Marsal juga pernah mengungkapkan dan selalu berharap STY dipecat, dengan berharap datangnya kekalahan-kekalahan yang dialami. Sebab sudah banyak mengeluarkan dana PSSI yang hanya untuk pelatih Korea Selatan itu.

Marsal yang juga di GSI rupanya seperti keberatan bekerja keras kalau hasilnya harus diberikan ke STY yang juga belum memberikan gelar juara untuk timnas Indonesia. Dengan pemecatan ini juga, baginya akan lebih sedikit santai dalam bekerja.

Fokus PSSI saat ini juga hanya menaturalisasi pemain untuk bisa bermain di timnas Indonesia. Tanpa melirik masalah lain yang lebih perlu diperbaiki, seperti kompetisi dan menciptakan pemain lokal yang berkualitas.

Saya yang sudah lama bergerak juga di grassroot dan sampai saat ini pun masih, melihat bagaimana menyedihkannya pemain-pemain muda saat ini. Ada yang bilang ke saya, “Percuma oom, saya main bola kalau tak kunjung dapat tim bagus dan bisa bermain untuk timnas Indonesia, isinya orang-orang bule semua,” kata salah satu pemain sepak bola muda.

Penutup

Tugas jurnalis adalah memastikan berita yang disampaikan akurat, faktual, dan objektif. Saya yang mantan jurnalis tentu paham dengan pakem itu. Saya bersumpah Demi Allah, kalau apa yang saya utarakan ini semua, benar adanya.

Saat di PSSI, saya tidak peduli dengan siapa Ketua Umumnya, siapa pun ketuanya, tentu akan saya dukung. Prinsip saya yakni bekerja untuk PSSI agar sepak bola Indonesia menjadi bagus. Namun karena perlakuan mereka ke saya seperti yang sudah saya ceritakan di atas, dan kinerja mereka tak kunjung membaik. Dengan kondisi seperti ini, saya akan terus menjadi oposisi mereka.

Saya yang taat aturan dan regulasi, sering mendapati pelanggaran-pelanggaran yang diterobos oleh para pengurus dan bahkan menabrak regulasi yang ada.

Sekelas pelatih berprestasi seperti Indra Sjafri pun dipecat. Alasannya tidak memenuhi target di kejuaraan piala Asia U20 tahun ini. Padahal, saya tahu juga siapa yang “membisikkan” Erick Thohir untuk memecatnya. Ya, dari indikator yang ada, bisa jadi ketiga orang yang sebelumnya saya sebutkan perihal pecat memecat itu punya andil untuk pemecatan seorang Indra Sjafri.

Kini, kabar berhembus kalau ada keterlibatan Erick Thohir dan Arya Sinulingga di kasus pengeplosan BBM Pertamax. Arya mengatakan di medsosnya, dia di fitnah. Ya Allah, akhirnya terjawab dan dibayar tuntas. Dia yang sebelumnya memfitnah kami, 43 karyawan yang di PHK, ternyata kena getahnya.

“Wallahu a’lam bishawab”, hanya Allah SWT yang mengetahui kebenaran mengenai hal itu.

Saya membuat tulisan ini, bukan benci dengan PSSI, saya katakan di atas tadi, kalau saya sudah cinta dengan PSSI, saya juga tidak ada masalah dengan orang-orang yang saya sebutkan dalam tulisan ini, saya hanya tidak suka dengan tindakan dan kebijakan mereka dalam mengambil keputusan. Itu saja.

Uang berapapun juga, tak akan bisa menggantikan kecintaan saya kepada PSSI, saya kehilangan pekerjaan, satu-satunya mata pencaharian saya hilang dan memulai dari awal lagi dengan kegiatan pekerjaan baru. Sebab, bayang-bayang fitnah tentang tuduhan keji yang dilontarkan petinggi PSSI, menempel lekat pada saya dan mungkin juga rekan-rekan lain yang di PHK.

Terima kasih sebesar-besarnya untuk Azwan Karim dan Asep Saputra yang sudah membukakan pintu masuk ke PSSI dahulu kala, beliau juga yang membimbing saya menjadi seorang Media Officer yang baik, jujur dan berintegritas.

Teruntuk juga M. Ary K yang sudah mengajarkan saya banyak hal mengenai lika liku federasi selama bekerja sama waktu masih ada PT. Liga Indonesia.

Dulu saya mengenalnya sebagai salah satu fotografer di PT. Liga Indonesia. Dahulu, semua panpel perhelatan timnas dan event PT. Liga Indonesia dilebur menjadi satu kesatuan, sehingga tercipta sinkronisasi antara PSSI dengan PT. Liga Indonesia.

Terakhir dari saya, apapun yang saat ini PSSI lakukan, saya akan terus kritisi. Sebab, saya masih tak habis pikir mengenai perlakuan mereka kepada saya dan teman-teman yang di PHK.

Saya tak akan bisa melupakannya dan juga memaafkannya. Terkadang di Indonesia, orang baik dan jujur malah “ditendang”. Sedangkan orang cari muka dan seorang penjilat malah dipertahankan.

Saat ini saya masih terus berjuang untuk menghidupi keluarga kecil saya. Berkelut di banyak kegiatan Provinsi DKI Jakarta, futsal, mini soccer, grass root, agen pemain muda, event organizer, dll. Namun tak bergaji bulanan dan semuanya serba tak pasti.

Sekali lagi, di sini saya tidak ada maksud apapun, saya tak punya kekuasaan, uang yang banyak juga tak punya, hanya punya Allah SWT dan saya juga hanya rakyat biasa yang hadir karena suaranya ingin didengar. (***)

Sumber : https://irvansblog.wordpress.com/2025/03/10/vox-populi-vox-dei/

Redaksi ViralTerkini

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

16 hours ago
1 day ago
7 days ago
7 days ago
7 days ago
7 days ago

LAINNYA
x