

Viralterkini.id, Jakarta — Dunia sepak bola Indonesia kembali tercoreng akibat ulah oknum suporter. Bus tim Persik Kediri dilempari batu oleh kelompok suporter Arema FC usai pertandingan Liga 1 yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (11/5/2025).
Insiden ini menuai kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk Mayor Arh Dr. Djoko Purwoko, mantan Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Persikabo 1973.
Djoko menilai tindakan kekerasan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap regulasi sepak bola nasional dan internasional.
Ia mendesak Komite Disiplin (Komdis) PSSI untuk menjatuhkan sanksi tegas kepada Arema FC dan panpel pertandingan yang dianggap lalai.
Selain itu, ia juga mendorong aparat kepolisian agar mencabut sementara izin pertandingan yang digelar Arema FC.
Pelanggaran Kode Disiplin PSSI
Dalam pernyataannya, Djoko merujuk pada Kode Disiplin PSSI Pasal 68 hingga 70 yang menyebutkan bahwa klub dan panpel bertanggung jawab penuh atas keamanan pertandingan, termasuk tindakan suporter di dalam maupun luar stadion.
Ia menegaskan, insiden pelemparan batu terhadap tim tamu tergolong pelanggaran berat dengan potensi sanksi sebagai berikut:
“Ini bukan sekadar insiden biasa. Ini bentuk kelalaian yang membahayakan nyawa. Klub dan panpel harus bertanggung jawab penuh,” tegas Djoko.
Ia juga menyebutkan bahwa dalam regulasi FIFA, klub yang gagal menjaga keamanan dapat dikenai sanksi keras.
Ia mencontohkan insiden antara Mesir vs Aljazair (2009) serta River Plate vs Boca Juniors (2018) yang berujung pada pembatalan pertandingan hingga penundaan jadwal.
Desakan ke Polda Jatim dan Polres Malang
Djoko menyerukan agar Kepolisian, khususnya Ditintelkam Polda Jawa Timur dan Satintelkam Polres Malang, tidak lagi memberikan izin penyelenggaraan pertandingan bagi Arema FC hingga dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengamanan.
“Saya menyarankan agar izin pertandingan Arema FC dibekukan sampai ada reformasi sistem keamanan yang komprehensif. Jika dibiarkan, ini bisa berulang dan membahayakan banyak pihak,” ujarnya.
Ia juga meminta pihak kepolisian mengusut tuntas pelaku pelemparan serta memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil.
Luka Lama Belum Sembuh: Tragedi Kanjuruhan
Menurut Djoko, insiden ini menunjukkan bahwa sebagian oknum Aremania belum belajar dari tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang pada 1 Oktober 2022.
Ia menilai bahwa tragedi tersebut seharusnya menjadi titik balik pembenahan total dalam sistem keamanan dan kultur suporter sepak bola Indonesia.
“Tragedi Kanjuruhan adalah peristiwa kelam yang tidak boleh dilupakan. Namun, kejadian ini membuktikan bahwa pembenahan budaya suporter belum tuntas,” tuturnya.
Ia menekankan pentingnya edukasi dan transformasi mentalitas suporter agar sepak bola bisa menjadi ajang sportivitas, bukan kekerasan.
Seruan Sanksi Tegas dan Reformasi
Djoko berharap Komdis PSSI bertindak cepat dengan menjatuhkan sanksi berat kepada Arema FC dan panpel pertandingan.
Menurutnya, sikap tegas akan menjadi contoh bahwa kekerasan tidak mendapat tempat dalam dunia olahraga.
“Saya menyerukan agar Komdis PSSI tidak ragu menjatuhkan sanksi berat. Jika tidak ada ketegasan, kekerasan akan terus terulang dan mencoreng wajah sepak bola nasional,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa sepak bola harus dijaga dari unsur destruktif. Klub, federasi, aparat, dan masyarakat harus bersatu dalam membangun atmosfer pertandingan yang aman dan bermartabat.
Respons Pihak Terkait Ditunggu
Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen Arema FC belum memberikan tanggapan resmi atas insiden tersebut.
Begitu pula dengan Komdis PSSI yang masih menunggu laporan lengkap dari pengawas pertandingan.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Jawa Timur telah menyatakan akan menyelidiki kasus ini dan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku.

Tidak ada komentar